Selasa, 16 Maret 2010

Ian Sanoso _ Intelijen Bertawaf

Ian Sanoso _ Intelijen Bertawaf
Hari ini dalam cuaca yang sangat bersahabat saya melangkahkan kaki keluar rumah dengan tekat bulat menuju Essence. Setelah melakukan sedikit koordinasi dan memberikan instruksi kepada pasukan dilapangan dan menyatakan saya datangnya agak terlambat berhubung ada sedikit urusan penting yang saya harus hadiri. Urusan penting kenapa tidak. Launching buku “Inteligen Bertawaf” yang ditulis oleh sahabat bloger yang baru saya kenal adalah salah satu peristiwa yang tidak bisa dilewatkan begitu saja. Prayitno Ramelan nama penulis buku itu, seorang purnawirawan berpangkat Marsekal Muda. Dengan hati berbunga-bunga seperti seorang yang sedang jatuh cinta, saya arahkan mobil kesayang si biru tua terbang melayang menuju Essence.
Mendengar nama Essence bagi kalangan atas kota Jakarta bukanlah nama yang aneh lagi. Sebuah apartemen mewah yang mencuat menjulang ke atas di salah satu dreamland kota Jakarta, yaitu Dharmawangsa. Itulah tempat para bloger Kompasiana berkumpul, kopdar istilah kerennya. Bagaimana tidak hati ini akan berbunga-bunga dan terbang melayang mendapatkan undangan untuk menghadiri acara tersebut, karena acara ini banyak dihadiri oleh para talent serta tuan rumahnya adalah bapak angkat para talent tersebut, Prayitno Ramelan. Welcoming party dan sambutan hangat dari tuan rumah sangat menyentuh hati.
Sebagaimana yang disebutkan dalam prolognya kang Pepih pada buku “inteligen Bertawaf”. Prayitno adalah seorang old soldier yang tidak bisa kitah bantahkan lagi. Tapi pada kesempatan ini saya tidak ingin mengatakan beliau never die. Seperti yang diungkapkan sendiri oleh Pak Pray pada sambutan launching buku beliau ini, semuanya akan menemui panggilan mengakhiri kontraknya dalam kehidupan ini. Tapi sebagai orang yang telah menapaki usia yang lebih banyak dari yang muda, bolehlah kita acungkan jempol buat beliau terutama dalam melirik Yuni Shara, penyanyi kondang yang ditanggap untuk acara tersebut. Usia boleh tua tetapi semangat tetap muda, itulah yang diperlihatkan oleh seorang Prayitno Ramelan yang sedang menapaki debutan untuk tidak fade away.
“Inteligen Bertawaf” melihat dari covernya dengan back ground peta Semenanjung Melayu dalam sisi gelap dan terang bisa bercerita banyak kepada kita. Dari gambaran Hendropriyono, seorang mantan petinggi BIN yang telah banyak menapaki jalan panjang keindonesiaan, yang menjadi tamu kehormatan pada acara tersebut, bisalah kita sebagai generasi muda melihatnya dengan cara lebih luas sejarah yang terjadi di Semenanjung Melayu tersebut. Maka tidak heranlah apa yang disampaikan oleh Hendropriyono kupasan tetang Teroris Malaysia yang disampaikan Prayitno Ramelan adalah suatu analisa yang cerdas dari salah seorang prajurit terbaik di negeri ini.
Cover buku yang memperlihatkan sisi gelap dan terang, seperti cahaya senter didalam kegelapan. Mungkin itulah job desk seorang inteligen, mengumpulan informasi diantara gelap dan terang atau bekerja didalam dunia yang samar-samar seperti yang diungkapkan oleh Chappy Hakim, matan Kasau yang juga bloger aktif di Kompasiana, untuk diberikan kepada sang user. Sebagai seorang sahabat dekat Chappy Hakim menilai Prayitno Ramelan sudah mampu menduduki trah tersendiri diantara intel sejati dengan intel melayu, yaitu intel bijak yang mau berbagi dengan pertimbangan yang sangat terukur. Bagi saya pribadi dengan hadirnya buku “inteligen Bertawaf” kedudukan beliau bisalah mendahului kelompok terdahulu karena telah mampu membawa lampu center beliau untuk kemaslahatan yang lebih luas.
Tulisan hitam dan merah yang ada pada covernya, bisalah kita tangkap makna tesirat apa yang ingin disampaikan oleh seorang Prayitno Ramelan. Merah adalah warna terindah kata teman saya Zulfikar. Maka tidak heran simbolisasi dari warna ini banyak menafsirkan kedalam dua kelompok, kebrutalan dan perjuangan. Dalam pandangan awam, seperti yang bisa kita lihat difilm atau baca dinovel-novel, Intel adalah salah satu makhluk yang dinilai punya kelebihan dan dibekali dengan peralatan yang sangat memadai serta diberi keluwesan dibandingkan yang lain. Sehingga dengan dalam benak awam dunia keintelan ini berkaitan erat dengan darah. Disisi lain, tulisan-tulisan provokator disaat perebutan kemerdekaan banyak ditulis dengan tinta merah. Bisa jadi itu juga lambang darah untuk menunjukan kebulatan dekat untuk memperebutkan kemerdekaan. Sisi manakah yang diambil Prayitno Ramelan saya berharap seperti apa yang diungkapkan oleh salah satu sahabat dekat Prayitno Ramelan yang juga ikut mengendorse buku ini, Ian Santoso Perdanakusumah ( mantan Kabais TNI), perjuangan untuk kebaikan bangsa dan negara ini.
Bertawaf dalam konotasi muslim adalah salah satu ritual tertinggi dalam ibadah haji. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadist berhaji adalah salah ibadah yang paling mulia. Maka sewajarnya seorang manusia yang mampu mengecap kemulian itu diharapkan bisa pula menjadi suri taulandan. Kembali ke konteks buku “inteligen Bertawaf” dengan pembobotan hitam dan merah pada tulisannya. Bolehlah kita berharap sebagai pembacanya dan yang menyayangi Prayitno Ramelan sebagai Bapak Bloger Kompasiana, menafsirkan warna hitam pada tulisan inteligen adalah kondisi keindosesiaan saat ini. Dan warna merah pada tulisan berjihatnya sebagai aroma perjuangan untuk membawa Indonesia dari yang gelap menjadi terang benderang. Prayitno Ramelan sebagai salah satu dedengkot bloger Kompasiana semoga mau menempatkan diri menjadi agent of change dalam perjuangan ini.
Dalam kenyamanan suasana Essence, dalam canda dan tawa jauh dari hiruk pikuk demontrasi. Dali Tahir dan Rosiana Silalahi mampu membangun acara ini dalam suasana yang hangat dan tidak panas walaupun cuaca diluaran sedikit berawan. Hal ini juga tidak terlepas dari suara merdu Yuni Shara yang telah melantunkan tembang lawasnya menghibur kita semua. Sekali lagi selamat buat Bapak Prayitno Ramelan dan terima kasih banyak atas suguhan yang enak nian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar