Senin, 24 Mei 2010

Munas SOKSI dilanjutkan Agustus Mendatang

Munas SOKSI dilanjutkan Agustus mendatang



Musyawarah Nasional Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) IX sempat memanas. Perserta ricuh dengan melayangkan kursi di arena Munas. Ini dipicu tata tertib (tatib) yang mengharuskan calon
ketua umum ormas pendukung Golkar itu berdomisili di Jakarta.
Munas SOKSI berlangsung di Hotel Ever Green, Cisarua, Bogor. Pada Minggu (23/5) sekitar pukul 01.00 WIB, dibacakan pandangan umum soal batasan calon ketua umum harus berdomisili di Jakarta. Peserta meminta agar pasal 41 soal ketua umum berdomisili di Jakarta diganti menjadi berdomisili di wilayah NKRI.
Ketika akan dibahas, seorang perserta yang diduga dari Jawa Barat, membanting kursi. Kondisi ini memancing kemarahan perserta lainnya yang balas melayangkan kursi ke arah tempat duduk ‘kontingen’ Jawa Barat. Perserta dari Sumatera, Indonesia Bagian Timur dan Kalimatan marah kepada tim Jawa Barat. Perang kursi tak terhindarkan.
Peserta Jawa Barat yang merupakan pendukung Ade Komaruddin kabur meninggalkan arena munas. Tidak jelas siapa wakil Jawa Barat yang memancing keributan itu.
Akibat keributan ini, kandidat ketum Rusli Zainal, Ade Komaruddin dan pendiri SOKSI, Suhardiman, langsung dievakuasi oleh panitia. Keributan ini berlangsung sekitar 30 menit. Situasi mulai reda ketika perserta lain menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Tatib pasal 41 yang menyebut calon ketum harus berdomisili di Jakarta merupakan pemicu keributan antarpeserta. Pasal itu untuk menjegal kandidat dari Riau Rusli Zainal dan menguntungkan posisi Ade Komaruddin yang berdomisili di Jakarta. Perlu diinformasikan bahwa lebih separoh pengurus Soksi dari berbagai provinsi meminta soal batas wilayah calon kandidat itu dihapus.
“Batasan calon ketum tidak boleh dari daerah, ini jelas akal-akalan saja,” kata Wakil Sekretaris Soksi Kaltim, S Wijaya, kepada Wartawan.

Tatib Larang Ketua dari Luar Jakarta, Kandidat Lain Protes
Jadwal pemilihan calon ketua umum di Munas Soksi terus molor. Ini sehubungan dalam tata tertib ada pasal yang mengatur kandidat harus berdomisili di Jakarta. Sontak kandidat dari luar Jakarta protes.
Seharusnya Munas Soksi sudah berakhir pada Sabtu (22/05) malam. Namun urusan memilih calon orang nomor satu ini terus molor.
Ini sehubungan saat pembahasan di komisi A bidang organisasi soal tatib pasal 41, di mana pasal itu menyebutkan calon ketua umum harus berdomisili di Jakarta.
Pasal ini tentunya menguntungkan posisi Ade Komaruddin yang memang berdomisili di ibukota negara. Sementara kandidat ketum lain, Rusli Zainal dari Riau.
Menurut Wakil Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (Depidar) Kalimantan Timur, Sutarno Wijaya, pasal tersebut dianggap sebagai upaya untuk menjegal kandidat dari luar Jakarta.
“Zaman sudah semaju ini, kenapa pola pikir kita justru mundur. Sekarang ini transportasikan sangat mudah untuk ke Jakarta. Jadi saya kira pasal 41 itu tidak relevan. Ini hanya akan-akalan saja untuk menjegal kandidat dari daerah,” kata Sutarno.
Dia juga menjelaskan, menjadi ketua umum merupakan jabatan kolektif. Struktur jabatan, ada sekretaris, wakil ketua dan jajaran pengurus lainnya. Jajaran pengurus lainnya bisa saja berdomisili di Jakarta.
“Jadi tidak masalah kan kalau ketuanya dari luar Jakarta. Pasal tersebut seakan dipaksanakan untuk menghalangi kesempatan pengurus soksi dari daerah,” katanya.
Suhardiman Tutup Munas SOKSI Tanpa Hasilkan Ketua Umum Baru
Musyawarah Nasional (Munas) IX Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) telah ditutup tanpa dihadiri 24 Dewan Pimpinan Daerah (Depidar) se-Indonesia. Munas gagal memilih ketua umum yang baru.
Secara tiba-tiba pendiri SOKSI yang juga Ketua Dewan Penasihat Suhardiman menutup Munas yang hanya dihadiri dua pimpinan sidang pada Minggu (23/5) di Hotel Ever Green, Cisarua, Bogor.
Suhardiman menganggap Munas SOKSI ini dead lock. Padahal, peserta Munas yang memberikan dukungan kepada Rusli Zainal merasa Munas tidak buntu.
Dalam pidatonya, Suhardiman menyatakan dia menutup acara Munas tersebut. Munas dia ambil alih dan akan menentukan kepengurusan yang baru tiga bulan mendatang.
Pendukung calon ketum SOKSI Rusli Zainal, berpendapat Munas sengaja diciptakan deadlock sehingga Suhardiman bisa mengambil alih.
“Ini sebagai upaya untuk menjegal kandidat kita, Rusli Zainal. Padahal Munas tidaklah dead lock. Kita tidak terima atas semua ini,” kata Jusam, pendukung Rusli.
Calon ketua umum SOKSI yang berseteru adalah Rusli Zainal dan Ade Komarudin. Kubu Rusli memprotes Tatib yang mengharuskan kandidat berdomisili di Ibukota yang merugikan mereka. Rusli maupun Ade adalah ketua DPP Golkar. SOKSI merupakan ormas pendukung utama Golkar.
Pendukung Rusli Tolak Deadlock, Lanjutkan Munas SOKSI ke Hotel Lain
Penutupan Munas IX SOKSI yang dilakukan pendiri Soksi, Suhardiman, dengan alasan deadlock dianggap inkonstitusionall. Utusan 23 provinsi sepakat melanjutkan jalannya Munas.
Suhardiman menutup Munas sekitar pukul 10.45 WIB yang berlangsung di Hotel Ever Green, Cisarua, Bogor, Minggu (23/5). Ketua Dewan Penasihat SOKSI ini mengambil kesimpulan Munas menemui titik buntu karena tidak ada kesepakatan soal domisili kandidat ketua umum.
“Keputusan Suhardiman ini jelas inkonstitusional. Tidak benar sidang paripurna munas itu mengalami kebuntuan. Kami 23 provinsi menolak keputusan Suhardiman,” kata Ketua SOKSI Kepri, Yun Wahyudi.
Itu sebabnya, peserta dari 23 provinsi kini melanjutkan jalannya Munas. Hanya saja acara Munas berpindah ke Hotel Royal Safari Garden, Cisarua.
“Kita pindah dari lokasi Munas awal, demi keamanan. Karena itu 23 provinsi menolak apa yang menjadi keputusan Suhardiman,” kata Ketua SOKSI Maluku, R Lou Hen Dessy.
Mereka menilai, Suhardiman selaku pendiri tidak punya kewenangan membuat kesimpulan bahwa Munas dead lock.
“Yang memutuskan dead lock itu seharusnya pimpinan sidang Munas, bukan keputusan Suhardiman. Ini jelas sebuah tindakan yang melanggar AD/ART Soksi,” kata Lou.
Utusan 23 provinsi saat ini berada di Aula Badak, Hotel Safari Garden. Mereka berkomitmen untuk mendukung Rusli Zainal, kandidat dari Riau, untuk menjadi ketua umum. Saingan Rusli adalah Ade Komarudin. Kedua tokoh ini adalah ketua DPP Golkar.
25 Depidar Sepakat Pemilihan Ketum SOKSI Ditentukan Agustus
Munas IX SOKSI yang dilanjutkan peserta dari 25 provinsi (sebelumnya 23 provinsi) memutuskan memilih ketua umum baru pada Agustus mendatang. Munas lanjutan ini digelar di Hotel Royal Safari Garden, di Cisarua, Bogor, Jabar, Minggu (23/5).
Menurut Ketua Dewan Pimpinan Daerah (Depidar) Sulawesi Tenggara, Ali Mazi, kepada detikcom, para peserta Munas meminta agar penentuan ketua umum ditunda sampai Agustus mendatang.
Walau demikian, 25 Depidar se-Indonesia menyampaikan pada pimpinan sidang Munas dukungannya kepada kandidat Rusli Zainal.
“Hasil Munas ini hanya mengesahkan hasil sidang komisi. Di antaranya AD/ART, program kerja dan pokok-pokok pikiran. Tapi belum menentukan ketua umum yang baru. Pimpinan sidang kita minta penentuan ketua umum diskorsing sampai Agustus mendatang,” kata Ali yang juga menjabat sebagai gubernur itu.
Dia menjelaskan, dalam Munas SOKSI, tidak mengenal istilah deadlock. Kalaupun terjadi perbedaan pendapat, keputusan akhir dilakukan voting.
“Di mana letak Munas mendatang, akan ditentukan belakangan,” katanya.
Para 25 Depidar juga meminta Aburizal Bakrie menjadi Ketua Dewan Pembina SOKSI periode 2010-2015. Selain itu meminta Bobby Suhardiman menjadi Sekretaris Dewan Penasihat

Lawrence Siburian: Jika Deadlock secaraOtomatis, Pemilihan Ketum akan diserahkan kepada Pendiri

Lawrence Siburian: Jika Deadlock secara otomatis, pemilihan Ketum akan diserahkan kepada pendiri

Agenda pemilihan ketua umum dalam Musyawarah Nasional Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) yang berlangsung Sabtu (22/5), terancam deadlock. Itu terjadi jika pembahasan tata tertib persyaratan pencalonan ketua umum tentang domisili dan syarat bebas kasus hukum lolos dalam pembahasan di komisi organisasi.
"Jika nantinya terjadi deadlock seca ra otomatis, pemilihan ketua umum akan diserahkan kepada pendiri Soksi,"ujar Lawrence Siburian selaku pimpinan sidang Munas Soksi di Villa Eveer Green Cisarua, Bogor, Jumat (21/5).
Menurut Lawrence, jika situasi deadlock terjadi, nantinya dewan pendiri akan memberikan win-win solusi bagi dua calon ketua umum SOKSI, yaitu Ade Komaruddin dan Rusli Zaenal.
"Saya meyakini pendiri akan merangkul kedua calon, sehingga tidak ada yang menang dan kalah. Tapi, demi menyelamatkan SOKSI karena keduanya sama-sama kader terbaik yang punya kemampuan," tukas Lawrence.
Dia menilai, baik Ade maupun Rusli merupakan tokoh yang sama-sama ingin membesarkan SOKSI kedepan, sehingga bila potensi itu disatukan tentunya mampu membesarkan SOKSI dan Partai Golkar.
Sebelumnya sempat terjadi perdebatan seru dalam pembahasan materi munas yang menyangkut Tatib dan Rancangan AD/ART SOKSI. Perdebatan antar kader meloloskan materi Tatib memanas dan sempat di warnai interupsi.
Akhirnya pimpinan sidang yang dipimpin Ketua Umum Depinas Soksi Syamsul Muarif membawa masalah pembahasan tatib yang mensyaratkan calon ketua umum diserahkan ke komisi organisasi.
Salah satu perdebatan krusial menyangkut BAB XI, Pasal 45 ayat (j) tentang Persyaratan Pengurus Dewan Pimpinan Nasional yang menyebutkan, persyaratan pengurus Depinas figur yang tidak tercela sebagaimana
dimaksud pada huruf i bahwa sedang tidak terkait masalah hukum, korupsi dan nepotisme.
Sedangkan ayat (k) menyebutkan calon ketua umum harus berdomisili dan bertempat tinggal di Ibukota sebagaimana diatur dalam AD Pasal 3. Sementara ayat (L) menyebutkan calon ketua umum tidak merangkap jabatan
dalam kepengurusan parpol selain Partai Golkar.

Munas SOKSI Ricuh, Perang Kursi Tak Terhindarkan


Munas SOKSI Ricuh, Perang Kursi Tak Terhindarkan

 Munas SOKSI dilanjutkan Agustus mendatang



Musyawarah Nasional Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) IX sempat memanas. Perserta ricuh dengan melayangkan kursi di arena Munas. Ini dipicu tata tertib (tatib) yang mengharuskan calon
ketua umum ormas pendukung Golkar itu berdomisili di Jakarta.
Munas SOKSI berlangsung di Hotel Ever Green, Cisarua, Bogor. Pada Minggu (23/5) sekitar pukul 01.00 WIB, dibacakan pandangan umum soal batasan calon ketua umum harus berdomisili di Jakarta. Peserta meminta agar pasal 41 soal ketua umum berdomisili di Jakarta diganti menjadi berdomisili di wilayah NKRI.
Ketika akan dibahas, seorang perserta yang diduga dari Jawa Barat, membanting kursi. Kondisi ini memancing kemarahan perserta lainnya yang balas melayangkan kursi ke arah tempat duduk ‘kontingen’ Jawa Barat. Perserta dari Sumatera, Indonesia Bagian Timur dan Kalimatan marah kepada tim Jawa Barat. Perang kursi tak terhindarkan.
Peserta Jawa Barat yang merupakan pendukung Ade Komaruddin kabur meninggalkan arena munas. Tidak jelas siapa wakil Jawa Barat yang memancing keributan itu.
Akibat keributan ini, kandidat ketum Rusli Zainal, Ade Komaruddin dan pendiri SOKSI, Suhardiman, langsung dievakuasi oleh panitia. Keributan ini berlangsung sekitar 30 menit. Situasi mulai reda ketika perserta lain menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Tatib pasal 41 yang menyebut calon ketum harus berdomisili di Jakarta merupakan pemicu keributan antarpeserta. Pasal itu untuk menjegal kandidat dari Riau Rusli Zainal dan menguntungkan posisi Ade Komaruddin yang berdomisili di Jakarta. Perlu diinformasikan bahwa lebih separoh pengurus Soksi dari berbagai provinsi meminta soal batas wilayah calon kandidat itu dihapus.
“Batasan calon ketum tidak boleh dari daerah, ini jelas akal-akalan saja,” kata Wakil Sekretaris Soksi Kaltim, S Wijaya, kepada Wartawan.

Tatib Larang Ketua dari Luar Jakarta, Kandidat Lain Protes
Jadwal pemilihan calon ketua umum di Munas Soksi terus molor. Ini sehubungan dalam tata tertib ada pasal yang mengatur kandidat harus berdomisili di Jakarta. Sontak kandidat dari luar Jakarta protes.
Seharusnya Munas Soksi sudah berakhir pada Sabtu (22/05) malam. Namun urusan memilih calon orang nomor satu ini terus molor.
Ini sehubungan saat pembahasan di komisi A bidang organisasi soal tatib pasal 41, di mana pasal itu menyebutkan calon ketua umum harus berdomisili di Jakarta.
Pasal ini tentunya menguntungkan posisi Ade Komaruddin yang memang berdomisili di ibukota negara. Sementara kandidat ketum lain, Rusli Zainal dari Riau.
Menurut Wakil Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (Depidar) Kalimantan Timur, Sutarno Wijaya, pasal tersebut dianggap sebagai upaya untuk menjegal kandidat dari luar Jakarta.
“Zaman sudah semaju ini, kenapa pola pikir kita justru mundur. Sekarang ini transportasikan sangat mudah untuk ke Jakarta. Jadi saya kira pasal 41 itu tidak relevan. Ini hanya akan-akalan saja untuk menjegal kandidat dari daerah,” kata Sutarno.
Dia juga menjelaskan, menjadi ketua umum merupakan jabatan kolektif. Struktur jabatan, ada sekretaris, wakil ketua dan jajaran pengurus lainnya. Jajaran pengurus lainnya bisa saja berdomisili di Jakarta.
“Jadi tidak masalah kan kalau ketuanya dari luar Jakarta. Pasal tersebut seakan dipaksanakan untuk menghalangi kesempatan pengurus soksi dari daerah,” katanya.
Suhardiman Tutup Munas SOKSI Tanpa Hasilkan Ketua Umum Baru
Musyawarah Nasional (Munas) IX Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) telah ditutup tanpa dihadiri 24 Dewan Pimpinan Daerah (Depidar) se-Indonesia. Munas gagal memilih ketua umum yang baru.
Secara tiba-tiba pendiri SOKSI yang juga Ketua Dewan Penasihat Suhardiman menutup Munas yang hanya dihadiri dua pimpinan sidang pada Minggu (23/5) di Hotel Ever Green, Cisarua, Bogor.
Suhardiman menganggap Munas SOKSI ini dead lock. Padahal, peserta Munas yang memberikan dukungan kepada Rusli Zainal merasa Munas tidak buntu.
Dalam pidatonya, Suhardiman menyatakan dia menutup acara Munas tersebut. Munas dia ambil alih dan akan menentukan kepengurusan yang baru tiga bulan mendatang.
Pendukung calon ketum SOKSI Rusli Zainal, berpendapat Munas sengaja diciptakan deadlock sehingga Suhardiman bisa mengambil alih.
“Ini sebagai upaya untuk menjegal kandidat kita, Rusli Zainal. Padahal Munas tidaklah dead lock. Kita tidak terima atas semua ini,” kata Jusam, pendukung Rusli.
Calon ketua umum SOKSI yang berseteru adalah Rusli Zainal dan Ade Komarudin. Kubu Rusli memprotes Tatib yang mengharuskan kandidat berdomisili di Ibukota yang merugikan mereka. Rusli maupun Ade adalah ketua DPP Golkar. SOKSI merupakan ormas pendukung utama Golkar.
Pendukung Rusli Tolak Deadlock, Lanjutkan Munas SOKSI ke Hotel Lain
Penutupan Munas IX SOKSI yang dilakukan pendiri Soksi, Suhardiman, dengan alasan deadlock dianggap inkonstitusionall. Utusan 23 provinsi sepakat melanjutkan jalannya Munas.
Suhardiman menutup Munas sekitar pukul 10.45 WIB yang berlangsung di Hotel Ever Green, Cisarua, Bogor, Minggu (23/5). Ketua Dewan Penasihat SOKSI ini mengambil kesimpulan Munas menemui titik buntu karena tidak ada kesepakatan soal domisili kandidat ketua umum.
“Keputusan Suhardiman ini jelas inkonstitusional. Tidak benar sidang paripurna munas itu mengalami kebuntuan. Kami 23 provinsi menolak keputusan Suhardiman,” kata Ketua SOKSI Kepri, Yun Wahyudi.
Itu sebabnya, peserta dari 23 provinsi kini melanjutkan jalannya Munas. Hanya saja acara Munas berpindah ke Hotel Royal Safari Garden, Cisarua.
“Kita pindah dari lokasi Munas awal, demi keamanan. Karena itu 23 provinsi menolak apa yang menjadi keputusan Suhardiman,” kata Ketua SOKSI Maluku, R Lou Hen Dessy.
Mereka menilai, Suhardiman selaku pendiri tidak punya kewenangan membuat kesimpulan bahwa Munas dead lock.
“Yang memutuskan dead lock itu seharusnya pimpinan sidang Munas, bukan keputusan Suhardiman. Ini jelas sebuah tindakan yang melanggar AD/ART Soksi,” kata Lou.
Utusan 23 provinsi saat ini berada di Aula Badak, Hotel Safari Garden. Mereka berkomitmen untuk mendukung Rusli Zainal, kandidat dari Riau, untuk menjadi ketua umum. Saingan Rusli adalah Ade Komarudin. Kedua tokoh ini adalah ketua DPP Golkar.
25 Depidar Sepakat Pemilihan Ketum SOKSI Ditentukan Agustus
Munas IX SOKSI yang dilanjutkan peserta dari 25 provinsi (sebelumnya 23 provinsi) memutuskan memilih ketua umum baru pada Agustus mendatang. Munas lanjutan ini digelar di Hotel Royal Safari Garden, di Cisarua, Bogor, Jabar, Minggu (23/5).
Menurut Ketua Dewan Pimpinan Daerah (Depidar) Sulawesi Tenggara, Ali Mazi, kepada detikcom, para peserta Munas meminta agar penentuan ketua umum ditunda sampai Agustus mendatang.
Walau demikian, 25 Depidar se-Indonesia menyampaikan pada pimpinan sidang Munas dukungannya kepada kandidat Rusli Zainal.
“Hasil Munas ini hanya mengesahkan hasil sidang komisi. Di antaranya AD/ART, program kerja dan pokok-pokok pikiran. Tapi belum menentukan ketua umum yang baru. Pimpinan sidang kita minta penentuan ketua umum diskorsing sampai Agustus mendatang,” kata Ali yang juga menjabat sebagai gubernur itu.
Dia menjelaskan, dalam Munas SOKSI, tidak mengenal istilah deadlock. Kalaupun terjadi perbedaan pendapat, keputusan akhir dilakukan voting.
“Di mana letak Munas mendatang, akan ditentukan belakangan,” katanya.
Para 25 Depidar juga meminta Aburizal Bakrie menjadi Ketua Dewan Pembina SOKSI periode 2010-2015. Selain itu meminta Bobby Suhardiman menjadi Sekretaris Dewan Penasihat


Lawrence Siburian:Munas Soksi Hampir Deadlock

Agenda pemilihan ketua umum dalam acara Musyawarah Nasional Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) yang berlangsung Sabtu (22/5), terancam deadlock. Itu terjadi jika pembahasan tata tertib persyaratan pencalonan ketua umum tentang domisili dan syarat bebas kasus hukum lolos dalam pembahasan di komisi organisasi.
"Jika nantinya terjadi deadlock seca ra otomatis, pemilihan ketua umum akan diserahkan kepada pendiri Soksi,"ujar Lawrence Siburian selaku pimpinan sidang Munas Soksi di Villa Eveer Green Cisarua, Bogor
Menurut Lawrence, jika situasi deadlock terjadi, nantinya dewan pendiri akan memberikan win-win solusi bagi dua calon ketua umum SOKSI, yaitu Ade Komaruddin dan Rusli Zaenal.
"Saya meyakini pendiri akan merangkul kedua calon, sehingga tidak ada yang menang dan kalah. Tapi, demi menyelamatkan SOKSI karena keduanya sama-sama kader terbaik yang punya kemampuan," tukas Lawrence.
Dia menilai, baik Ade maupun Rusli merupakan tokoh yang sama-sama ingin membesarkan SOKSI kedepan, sehingga bila potensi itu disatukan tentunya mampu membesarkan SOKSI dan Partai Golkar.
Sebelumnya sempat terjadi perdebatan seru dalam pembahasan materi munas yang menyangkut Tatib dan Rancangan AD/ART SOKSI. Perdebatan antar kader meloloskan materi Tatib memanas dan sempat di warnai interupsi.
Akhirnya pimpinan sidang yang dipimpin Ketua Umum Depinas Soksi Syamsul Muarif membawa masalah pembahasan tatib yang mensyaratkan calon ketua umum diserahkan ke komisi organisasi.
Salah satu perdebatan krusial menyangkut BAB XI, Pasal 45 ayat (j) tentang Persyaratan Pengurus Dewan Pimpinan Nasional yang menyebutkan, persyaratan pengurus Depinas figur yang tidak tercela sebagaimana
dimaksud pada huruf i bahwa sedang tidak terkait masalah hukum, korupsi dan nepotisme.
Sedangkan ayat (k) menyebutkan calon ketua umum harus berdomisili dan bertempat tinggal di Ibukota sebagaimana diatur dalam AD Pasal 3. Sementara ayat (L) menyebutkan calon ketua umum tidak merangkap jabatan
dalam kepengurusan parpol selain Partai Golkar.
Sebanyak 23 Dewan Pimpinan Daerah (Depidar) Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) sepakat mengecam langkah pendiri SOKSI Suhardiman yang mengambil alih sidang dengan alasan buntu dalam Munas IX SOKSI di Hotel Ever Green, Cisarua, Jawa Barat, Minggu (23/5)
siang kemarin.
Usai diambil alih oleh pendiri SOKSI ini, pimpinan sidang paripurna, Laurence Siburian, meminta persetujuan peserta munas untuk mengesahkan keputusan pengambilalihan pendiri itu. Sebagian peserta menyetujuinya, namun sebagian lain menyatakan tidak setuju. Tetapi, pimpinan sidang tetap memutuskan sidang paripurna ditutup dengan hasil diambil alih pendiri.
Menanggapi kejadian tersebut, mantan Ketua Umum Depinas SOKSI Syamsul Mu'arif mengakui, pengambilalihan penyelenggaraan munas kepada pendiri SOKSI ini akan mengundang perbedaan pendapat. Namun, ia mengingatkan, hal itu berdasarkan keputusan hasil rapim.
Mengenai apa saja yang harus dilakukan oleh pendiri SOKSI setelah munas diambil alih, Syamsul Mu'arif mengatakan setidaknya tiga hal. Pertama, mengumumkan depidar mana saja yang akan ditunjuk membantu pendiri dan lembaga konsentrasi.
Kedua, pendiri SOKSI harus menyelesaikan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) organisasi SOKSI. Dan ketiga, pengumuman pengurus. "Ini pilihan terbaik pendiri SOKSI dan disetujui munas," kata Syamsul.
Sementara itu, salah satu kandidat ketua umum SOKSI, Ade Komarudin, mengatakan, langkah pendiri mengambil alih munas SOKSI tersebut sah secara hukum karena sudah disetujui peserta munas. Hal ini sesuai dengan hasil Rapim SOKSI I pada 2006 dan sudah disetujui peserta munas.
Ditanya apakah akan menerima apa pun keputusan yang diambil pendiri SOKSI, Ade Komarudin membenarkan. "Saya akan hormati keputusan pendiri," kata Ade.
Sementara itu, kubu calon ketua umum SOKSI Rusli Zainal langsung melakukan pertemuan lanjutan dengan para pimpinan dewan pemimpin daerah (depidar) yang mendukungnya di lain tempat.
Menurut Juru Bicara Rusli Zainal, Yohanes Nussy, dari Depidar Papua, pihaknya menolak keras segala bentuk intervensi oleh siapa pun dan pihak mana pun dalam penyelenggaraan SOKSI. Mereka menghendaki sidang paripurna dilanjutkan. "Ada upaya sengaja membuat munas ini deadlock," katanya.
Menurut Yonas, dalam sidang paripurna sebelumnya ada kesan sidang dipaksakan untuk dihentikan dengan keputusan sepihak atau kesepakatan oknum tertentu yang tidak mengindahkan tatib yang ada.
"Kesepakatan bersama yang ada dipastikan munas akan diselesaikan dengan pemilihan ketum SOKSI ," katanya.
Kelompok pendukung Rusli Zainal juga membagikan surat pernyataan yang ditandatangani mereka yang mengatasnamakan depidar. Setidaknya ada 25 depidar yang ikut menandatangani pernyataan yang antara lain berisi desakan agar pimpinan Munas IX SOKSI menskorsing rapat paripurna. CISARUA, BOGOR (Suara Karya): Penyelenggaraan Musyawarah Nasional IX Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) yang berlangsung 20-23 Mei 2010 mengalami jalan buntu (deadlock). Munas akhirnya memutuskan kepada pendiri SOKSI Suhardiman untuk mengambil alih penyelesaian munas, termasuk pembentukan kepengurusan SOKSI untuk periode lima tahun ke depan.
Dalam sidang paripurna SOKSI, Minggu (23/5), Suhardiman menjanjikan akan menyelesaikan semua permasalahan termasuk membentuk kepengurusan paling lambat selama tiga bulan. "Beri waktu saya tiga bulan untuk menyelesaikan masalah-masalah ini dengan hati yang bersih dan tenang. Sabarlah tiga bulan lagi," kata Suhardiman.
Dalam sidang paripurna yang berlangsung Sabtu (22/5) malam dengan agenda untuk mendengarkan laporan hasil-hasil komisi terjadi deadlock yang diwarnai keributan.
Kebuntuan terjadi karena dalam pembahasan di Komisi A yang membahas tatib dan AD/ART terjadi perdebatan krusial menyangkut BAB XI, Pasal 45 ayat (j) tentang persyaratan pengurus dewan pimpinan nasional. Pasal itu menyebutkan, pengurus depinas haruslah figur yang tidak tercela dan sedang tidak terkait masalah hukum, korupsi, dan nepotisme.
Sedangkan ayat (k) menyebutkan calon ketua umum harus berdomisili dan bertempat tinggal di Ibu Kota sebagaimana diatur dalam AD Pasal 3.
Syarat itu ditentang oleh depidar pendukung Rusli Zainal dengan alasan kader SOKSI yang berdomisili di wilayah NKRI berhak untuk mencalonkan diri menjadi pengurus depinas dan menjadi Ketua Umum SOKSI. Suhardiman mengemukakan, dalam munas kali ini sudah terjadi perbedaan yang sangat tajam sehingga bisa mengancam keutuhan dan eksistensi SOKSI.
Atas dasar itulah, Suhardiman menyatakan akan menggunakan haknya untuk mengambil alih penyelenggaraan munas.
"Dengan ini, SOKSI saya ambil alih. Saya akan segera membentuk pengurus dengan didampingi beberapa dewan pimpinan daerah dan lembaga konsentrasi," kata Suhardiman.


Tindakan Suhardiman dengan dalih adanya perbedaan pendapat yang tajam dan dapat mengancam keutuhan dan eksistensi SOKSI, juga dinilai tidak demokratis dan inkonstitusional. Menurut Sekretaris Depidar SOKSI Papua Yonas Nussy kepada wartawan, Senin (24/5), sebanyak 23 Depidar menolak keras segala bentuk intervensi oleh siapapun dan pihak manapun dalam penyelenggaraan SOKSI yang bertentangan dengan AD/ART SOKSI dan tata tertib Munas IX SOKSI 2010. Pihaknya memberi kepercayaan kepada pimpinan Munas IX SOKSI dan dibantu Ketua Umum SOKSI demisioner periode 2005-2010 untuk menentukan tempat dan waktu kelanjutan penyelenggaraan Munas IX SOKSI selambat-lambatnya bulan Agustus 2010.

Adapun 23 Depidar yang menyatakan dukungan adalah Aceh, Sumbar, Riau, Kepri, Bengkulu, Jambi, Sumsel, Babel, Kaltim, Kalsel, Kalteng, Kalbar, Sulut, Sulsel, Gorontalo, Sultra, Bali, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, DKI Jakarta, Maluku dan Sulbar. Selain itu turut menyatakan dukungannya adalah lembaga konsentrasi SOKSI yakni Wanita Swadiri, Wira Karya dan Focus Maker. Menurut dia, dalam sidang paripurna sebelumnya ada kesan sidang dipaksakan untuk dihentikan dengan keputusan sepihak atau kesepakatan oknum tertentu yang tidak mengindahkan tatib yang ada.

"Ada upaya sengaja membuat Munas ini deadlock sehingga pendiri berhak menggunakan kewenangannya untuk mengambil alih sidang, " kata Yonas Nussy.

Sementara Ketua SOKSI Maluku, R Lou Hen Dessy berpendapat langkah 23 Depidar untuk melanjutkan jalannya munas adalah demi alasan keamanan dan keselamatan jiwa para peserta Munas serta tak adanya jaminan penyelenggaraan Munas yang demokratis sesuai AD/ART SOKSI. Suhardiman lanjut Lou, tidak memiliki kewenangan untuk membuat kesimpulan deadlock. Dia menegaskan yang menentukan deadlock adalah pimpinan sidang, bukan keputusan Suhardiman. Tindakan itu kata dia melanggar AD/ART SOKSI. Sedangkan Ketua SOKSI Kepri, Yun Wahyudi menilai tindakan Ketua Dewan Penasihat SOKSI itu mengambil kesimpulan Munas menemui titik buntu karena tidak ada kesepakatan soal domisili kandidat ketua umum, merupakan langkah inkonstitusional.

"Keputusan Suhardiman ini jelas inkonstitusional. Tidak benar sidang paripurna Munas itu mengalami kebuntuan. Kami 23 Depidar menolak keputusan Suhardiman," kata Ketua SOKSI Kepri, Yun Wahyudi.